Dalam dunia reasuransi terdapat
beberapa jenis atau tipe kontrak reasuransi seperti yang sudah sering kita dengar seperti istilah "treaty", "fakultatif",
"proporsional", "non proporsional", "quota
share", "surplus", "excess of loss", "stop
loss", dan lain-lain. Untuk menyederhanakan berbagai jenis pembagian
reasuransi tersebut, kita dapat mengawalinya dengan menggunakan 2 (dua) topik utama dalam dunia reasuransi yaitu "metode reasuransi" dan
"bentuk reasuransi".
A. Metode Reasuransi
Metode reasuransi adalah sebuah cara atau
langkah yang diambil dalam mewujudkan sebuah kontrak reasuransi antara
reinsured dan reinsurer. "Cara" yang dimaksud di sini adalah terkait dengan bagaimana kedua belah pihak menuangkan perjanjian dalam sebuah dokumen tertulis yang mengikat. Dalam konteks reasuransi adalah bagaimana suatu sesi
(cession) akan direasuransikan, apakah dengan "cara" otomatis atau tidak.
A.1 Metode Reasuransi "Treaty"
Jika dilakukan secara otomatis maka perjanjian reasuransi disebut dengan istilah "treaty" dimana pihak reinsured atau ceding company atau cedant yaitu perusahaan asuransi akan secara otomatis mereasuransikan suatu sesi (cession) kepada reinsurer atau reasuradur atau perusahaan reasuransi untuk risiko-risiko yang disepakati dan memenuhi persyaratan perjanjian diantara kedua belah pihak. Biasanya perjanjian reasuransi secara treaty ini berlaku untuk periode 12 (dua belas) bulan.
A.2 Metode Reasuransi "Facultative"
Berbeda dengan Treaty, metode reasuransi secara fakultatif (facultative reinsurance) merupakan perjanjian yang tidak mengikat atau tidak berlaku otomatis dimana reinsured atau cedant bebas menentukan apakah akan merasuransikan sebuah sesi kepada reinsurer atau tidak, dan pihak reinsurer juga berhak untuk menentukan apakah akan menerima atau menolak sesi tersebut.
Sebagai ilustrasi untuk
memudahkan kita dalam mengingat 2 (dua) metode reasuransi di atas, kita dapat
menganalogikan seorang suami yang mendapatkan gaji dari hasil keringatnya
bekerja. Ia bisa memilih "metode" untuk memberikan penghasilannya
kepada istrinya, apakah akan dilakukan secara "otomatis", begitu ia
mendapat gaji dari perusahaan, ia akan segera mentransfer gajinya itu kepada
istrinya. Namun mungkin saja ada "metode" yang ditempuh oleh para
suami yang lain dimana penghasilannya tidak secara "otomatis" akan
diberikan kepada istrinya.
B. Bentuk Reasuransi
Sedangkan dari sisi "bentuk"nya, reasuransi dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) jenis yaitu reasuransi dengan bentuk "proporsional" dan reasuransi dengan bentuk "non proporsional". Cara menebaknya lebih mudah dilakukan dimana kata "proporsional" dapat diartikan sebagai "sesuatu yang ditempatkan sesuai porsinya". Sedangkan "non proporsional" berlaku sebaliknya.
B.1 Bentuk Reasuransi "Proporsional"
Perjanjian reasuransi dikatakan menganut bentuk "proporsional" jika reinsured atau cedant mensesikan suatu proporsi atau bagian dari risiko dimana apabila reinsurer menerima porsi risiko katakanlah sebesar 20% dari total harga pertanggungan maka ia akan juga menerima proporsi yang sama untuk nilai pembayaran premi dan klaim.
Contoh sederhana seperti pada
hubungan relasi suami istri di atas. Misalnya disepakai bahwa suami akan
memberikan 60% dari gajinya kepada istrinya maka apabila apabila mereka ingin
membeli mobil untuk kepentingan bersama, sang istri harus berkontribusi sebesar
60% dari nilai pembelian mobil dan 40%nya ditanggung sang suami.
B.2 Bentuk Reasuransi "Non Proporsional"
Kebalikan dengan bentuk "proporsional", dalam reasuransi "non proporsional" reinsurer atau reasuradur hanya akan terlibat dalam liability klaim apabila nilai kerugiannya melebihi suatu limit tertentu yang ditentukan oleh reinsured atau cedant. Dengan demikian, reinsurer atau reasuradur tidak selalu terlibat dalam semua nilai klaim yang terjadi (berbeda dengan reasuransi proporsional). Dari sisi premi, meskipun reasuradur telah menerima premi namun tidak selalu ikut bertanggung jawab dalam klaim.
Jika dicontohkan kembali pada hubungan suami istri, sang suami akan memberikan sejumlah uang dari penghasilannya bekerja kepada istrinya, namun suatu saat butuh beli mobil maka sang istri hanya akan berkontribusi apabila nilai pembelian mobilnya melebihi suatu jumlah tertentu yang sudah disepakati bersama. Kelihatan di sini bahwa tidak terjadi "keproporsionalan" antara pendapatan yang diterima istri dan pengeluaran yang harus istri keluarkan apabila dibutuhkan anggaran biaya tertentu.
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
Metode dan Bentuk Reasuransi
4/
5
Oleh
Fajar Nindyo